Minggu, 18 Mei 2008

Snare Sonor Force 3007 13X7


Jumat malam kemarin, bersama dengan Rama, saya menuju Cempaka Putih untuk mengambil snare ini, Sonor Force 3007 13X7. Masih dengan dos dan plastik, lengkap tersegel. Sayangnya karena satu dan lain hal, snarenya baru bisa di test hari minggu kemarin, di C-Pro Studio, Tebet.

Isi dosnya sendiri satu buah snare (ya iyalaha?!), lengkap dengan head bawaannya, remo, dan satu buah kunci drum khas Sonor.

Kesan pertama, seperti snare bawaan drum set Sonor Force 3007, yg membedakan hanya ukurannya yg unik saja. Warna yg saya pilih jg mungkin lain dari yg lain dibanding snare-snare saya, midnight fade. Alasannya? Saya ingin cari snare yg berwarna gelap, namun warnanya tidak mati saat terkena lampu, atau diatas panggung.

Snare force 3007 13" ini sendiri memiliki beberapa beberapa pilihan warna lain, diantaranya Natural Maple, White Sparkle, Red Sparkle, Blue Sparkle, dan Autumn Fade.

Setelah melakukan peregangan terhadap head-headnya, saya pun mulai men-tuning head. Tidak sulit untuk mecari tone dari SF3007 ini. Tuning pertama dengan tight. Pikir saya, karena ini snare maple, jadi pasti suaranya warm. Cuma ternyata, suara yg dihasilkan tajam dan tinggi. Wow! Ini snare maple atau birch?!

Mungkin karena ukuran shellnya 7mm, dengan 9 ply maple, sehingga tonenya tinggi dan tajam. Hal ini menghasilkan perbedaan suara yg kontras antara snare dan tom-tom (meminjam kata-kata Rama).

Saat saya mencoba untuk tuning rendah, suara yg dihasilkan masih terbilang keras, namun fat dan tetap tajam. Sayangnya saat bermain dipukulan medium, menyisahkan overtone yg tidak diinginkan. Bisa jadi karena head bawaan single-ply-nya setara Remo encore.

Wait, wait. Kalo headnya setara dengan Remo encore, berarti masih bisa berbicara lebih banyak lagi saat menggunakan head seri atas. Suara yg dihasilkan masih bisa lebih fat, terkontrol dan less overtone lagi jika menggunakan head double ply.

Range tone genrenya cukup allaround; antara jazz, funk, jungle, dan gosple. Sayangnya untuk pop, kurang popies. Mungkin karena ukurannya yg 13". Lagipula, siapa sih yg cari snare ukuran 13" untuk bermain pop? Tapi kerasnya itu, bisa buat main rock loh.

Rich (+)
  • + harga terjangkau. Price list IDR 1.890.000
  • + tuning mudah
  • + karakter sound bright
  • + range genre cukup luas
  • + sensitif, responsif
  • + seperti profesional snare series

Poor (-)
  • - ini bukan profesional series
  • - jika menggunakan head bawaan, masih ada overtone yg cukup mengganggu untuk medium stroke
  • - cukup susah untuk mencari case ukuran 13X7
Overall, dengan harga yg terjangkau dan suara yg ok, snare ini masuk dalam best value.
Read More

Jumat, 22 Februari 2008

Filosofi TEMPO

gambar diambil dari http://www.aperfectworld.org/music.htm



Tempo. Berasal dari bahasa Itali, hasil serapan dari Tempus (Latin), yang berarti Time (Inggris) atau Waktu. Waktu merupakan bidang datar dimana sebuah kehidupan eksis diatasnya. Sama seperti hidup, yang tidak lepas dari jagad ruang dan waktu, musik pun memiliki jagad tempo sebagai eksistensinya.

Satuan dari jagad tempo -- agar dapat dihitung, adalah BPM, Beats Per Minute -- berapa banyak beat dalam satu menit. Jadi kalo kita mendengar temponya 120, atau 90, itu artinya ada 120 beat dalam satu menit, atau ada 90 beat dalam satu menit.

Alat ukur yang digunakan dalam tempo adalah metronome.Alat ini menunjukan bpm, baik secara audible maupun visual. Untuk contoh dapat dilihat disini (online metronome).

Menguasai tempo menjadi teramat penting bagi setiap musisi. Sayangnya kebanyakan dari musisi salah-kaprah dengan melemparkan tanggung jawab bersama ini hanya kepada seorang drummer.

Ada dua alasan utama tanggung jawab tempo bukan hanya milik seorang drummer. Pertama, tujuan awal drumset ada dalam sebuah big band, bukan untuk menjaga tempo. Era awal drumset hadir dalam sebuah musik, bertujuan untuk memberi warna baru, bukan menjadi 'penjaga tempo'. Karena sebelum drum hadir, musik baik-baik saja, tanpa kendala dalam tempo. Jadi bukan karena musik bermasalah dalam hal tempo sehingga drum hadir sebagai solusi. Alasan yang kedua dan teramat mendasar, karena, kembali lagi, tempo merupakan jagad kita bermusik. Sehingga jika jagad tsb hanya milik satu instrumen saja (dalam hal ini drum), maka musik hanya menjadi milik drummer seorang.

Sayangnya, walaupun tempo merupakan tanggung jawab bersama anggota band, tidak mudah untuk menyamakan paradigma ini kepada anggota lainnya, lagi pulah lebih enak melempar tanggung jawab kepada sso dari pada memikulnya bersama kan.

Ada setidaknya tiga alasan drummer menjadi kambing-hitam selama ini. Pertama, karena drum tidak memiliki octave, sehingga bagi musisi lain, apa lagi gunanya drum selain mengurusi ketukan dan tempo. Kedua, karena drum berada di tepi jurang, sehingga riskan untuk membuat musisi lain kehilangan alur tempo. Yang terakhir, karena beberapa genre, seperti rock, hanya 'memerlukan' beat dasar, sehingga drum lekat dengan time keeping.

Kita memang sudah mengetahui bahwa selama ini drummer menjadi kambing hitam dari paradigma yang keliru atas tempo. Walaupun demikian ada dua alasan utama, mengapa drummer sebaiknya memperhatikan tempo mereka. Pertama, karena drum tidak memiliki interval nada, sehingga bergesernya tempo sangat mempengaruhi posisi musik satu band. Alasan terakhir, karena drum menjadi kerangka untuk bermusik (khususnya musik kontenporer). Tanpa kerangka yang pas, akan sulit untuk membangun sebuah atmosfer bermusik.

Dengan kebiasaan musisi lain mengkambing-hitamkan drummer, tidak sedikit drummer yang stress terhadap tempo mereka, dan tempo menjadi momok tersendiri bagi seorang drummer. 'Bagaimana sih cara melatih tempo?', merupaka pertanyaan favorit yang diajukan oleh drummer mana pun.

Ada dua tips yang bisa saya bagikan. Yang pertama, berlatih menggunakan metronome. Jawaban kelasik, namun ini benar. Apapun yang kamu latih, selalu gunakan metronome. Ini membuat kamu tahu apa yang kamu mainkan, serta mengenal tempo itu sendiri. Tidak hanya sampai disitu. Saat kamu sudah terbiasa berlatih menggunakan tempo, mulai untuk menurunkan volume metronome (tentunya metronome digital). Lakukan secara bertahap, sampai kamu tidak perlu mendengarkan suara metronome tsb (tentunya membutuhkan waktu yang sangat lama).

Tips yang kedua, gunakan motion! Mungkin ini sebanarnya yang teramat penting. Analogi motion sama seperti berjalan kaki, seperti kata Dave Weckl dalam dvdnya A Natural Evolution. Kita tidak perlu mempelajari tempo saat berjalan kaki, namun saat kita berjalan kaki, kita cendrung untuk konstan. Perhatikan motion-mu, gerak tangan dan posisinya, karena itu merupakan metronome alamiah dalam tubuhmu.

Secara alamiah, tubuh kita membentuk sebuah tempo. Setiap sel dalam tubuh kita melakukan pembelahan dalam kurun waktu tertentu. Bahkan peredaran darah dalam tubuh kita memiliki waktu tertentu untuk beredar dalam tubuh kita. Detak jantung orang normar berada pada 60-80 bpm, yang berarti sekitar 120 kali jumlah buka-tutup pada klep jantung. Ini juga yang menjelaskan, mengapa secara alami merasa nyaman main pada tempo 120bpm.


"tempo tidak membuat musik menjadi kaku, malah sebaliknya, musik akan hidup. Karena tempo membuat jagad imajinasi murni musik menjadi realita"
Read More

Getting Your Hands Up to Speed

Sering ditemukan dalam forum-frum drum, baik lokal maupun di luar, pertanyaan-pertanyaan seputar 'speed'. Dari seputar cara-cara meningkatkan speed, sampai, 'mana yang lebih penting, speed atau groove?'

Kita tidak akan memperdebatkan disini, mana yang lebih penting dibanding yang lain. Singkatnya speed merupakan sebuah tools, yang sebaiknya kamu miliki untuk meningkatkan permainan kamu, walaupun kamu bukan seorang pemain speed metal.

Tentunya sesuai dengan judul di atas, kita akan memfokuskan beberapa menit kedepan mengenai speed pada tangan. Masing-masing drummer memiliki metode dan pendekatan mereka sendiri-sendiri. Yang saya akan bagikan disini, tentunya sebuah metode yang berhasil pada diri saya sendiri, dan orang-orang serta murid saya yang memperaktekannya. Tentunya metode ini saya dapat dari pengalaman serta pengamatan terhadap drummer-drummer yang lebih senior. Metode ini meningkatkan speed-mu dalam tiga minggu.

Ada dua langkah yang akan kita lakukan untuk mendapatkan speed tangan yang cepat. Yang pertaman lakukan dengan tempo yang paling cepat yang bisa kamu mainkan dalam durasi tertentu.

Misalnya, memainkan single stroke 32th note pada tempo 110bpm (beats per minute) selama satu menit. Tentunya ini hanya sebagai contoh saja, karena kamu bisa nggunakan rudiment lain selain songle stroke, measure lain selain 32th dan bpm selain 110bpm dirasa sebagai tempo yang paling cocok untuk pemula.

Kenapa dimulai dengan tempo yang paling cepat, bukan dari yang paling lambat?

Karena tempo paling lambat sama sekali tidak membentuk speed. Tempo paling lambat yang bisa kita mainkan melatih membentuk motion tangan. Saat kita berlatih rudiment pada tempo slow, kita dengan seksama dapat melihat apakah motion kita sudah benar atau tidak. Latihan ini semata-mata membentuk motion. Biasanya latihan motion berjam-jam dengan tempo yang teramat lambat (dibawa 40bpm). Billy Sheehan pernah membagikan tips (melatih motion grip) saat klinik di Bandung beberapa tahun silam.

Kendalanya, saat kita memainkan tempo yang paling cepat, kita memainkan tempo yang kita pikir bisa kita mainkan. Perbedaan antara yang bisa kita mainkan dengan yang kita pikir bisa kita mainkan, bisa terlihat apakah dalam satu menit tsb kita benar-benar bisa memainkan rudiment tsb tanpa cacat-cela -- baik power maupun intervalnya stabil.

Bukan soal berapa nominal bpm yang bisa kita mainkan, namun bobot rudiment itu sendiri. Secepat yang bisa kita mainkan dengan benar. Namun bukan berarti santai, karena selama satu menit tsb, kamu butuh untuk memaksa diri kamu, dan tangan kamu.

Setelah kita mengetahui pada bpm mana kita dapat tahan selama satu menit, cobalah untuk mengulangi beberapa kali dengan jedah istirahat 30detik setiap menitnya. Ulangi beberapa repetisi (satu menit rudiment+30detik istrahat) sekitar 45menit-satu jam setiap harinya. Tujuannya untuk memecah otot-otot tangan. Ya, ini hampir sama dengan metode fitness atau body building, karena memang sama-sama membangun otot.

Biasanya dalam 2-3 hari kita sudah dapat menaikan 3-5bpm dari bpm awal.

Latihan ini sangat cocok untuk menaikan speed dengan cepat, sayangnya tidak berimbang dengan daya tahan. Kita tidak mungkin hanya menggunakan speed setiap satu menit saja, sehingga diperlukan daya tahan.

Ini menjadi langkah kedua, yaitu lakukan dengan roll terlama yang bisa kamu lakukan. Kebalikan dengan langkah pertama, langkah kedua ini tidak membutuhkan bpm yang cepat. Cukup dengan bpm medium, namun membutuhkan waktu yang lama.

Waktu yang dipilih di awal latihan, setiap repetisinya adalah tiga menit (3 menit rudiment+1menit istirahat). Setelah itu naik menjadi lima menit. Terakhir, lakukan dalam 15 menit (15menit rudiment+1menit jedah). Ulangi setiap repetisi sekitar 1-2jam setiap harinya.

Lakukan kedua langkah tsb dengan porsi yang berimbang setiap harinya.

Selain kedua langkah tsb, ada satu teknik yang patut di coba, yaitu Unison Tap. Unison Tap adalah teknik dua pukulan atau lebih, yang jatuh serempak/bersama-sama dan menghasilkan satu suara. Berbeda dengan flam yang hampir bersamaan, unison tap mengharuskan drummer untuk membunyikannya satu suara.

Teknik ini sangat bagus sekali untuk membangun speed, power, dan kontrol. Benar-benar menguras tenaga. Sayangnya, teknik ini 'hanya' membangun single stroke. Biasanya unison dilakukan dengan tangan kiri dan kanan, namun tidak menutup kemungkinan untuk melatihnya bersama kaki. Seperti Jojo Mayer dalam dvd terbarunya, serta beberapa solonya menggunakan unison tap. Videonya bisa dilihat disini. Ini sangan sulit.

Lakukan Uniso Tap dengan 16th note selama satu menit. Cari bpm yang benar-benar nyaman. Saran saya, terlebih dahulu lakukan secara perlahan-lahan. Karena tidak mudah menghasilkan dua pukulan secara bersamaan.

Selain itu, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu:
  1. Gunakan Metronom! Ini wajib hukumnya.
  2. Gunakan jam.
  3. Sediakan air mineral. Latihan ini sangat menyita fisik, sehingga perlu untuk mengganti cairan tubuh yang keluar.
  4. Sediakan handuk kering.
  5. Latihan dimana saja, dan kapan saja.
  6. Disiplin. Usahakn untuk berlatih setiap hari. Dua hari tanpa latihan, sudah cukup untuk membuat hasil yang didapat hilang.
Read More

Jumat, 08 Februari 2008

Belajar Drum Tanpa Drum (part.1)



Sebenarnya ini tulisan lama. Cuma entah lupa atau memang sudah pernah saya post disini. Ya gak apa-apa toh, kan siapa tahu ini meng-update posting sebelumnya. Dan kalo memang sudah ada, toh tinggal di hapus.

Anyway kenapa saya terdorong untuk menulis ini? Karena saya sendiri belajar drum tanpa drum. Ok, emamng dulu saya punya drum. Cuma pada saat saya mulai serius belajar drum, malah gak drumnya yang gak ada. Lantas saya menyerah? Tentu saja tidak. Ada seribu satu cara untuk berhasil.

Kita mulai dari latar belakangnya. Drum bukan sebuah instrumen yang ergonomis. Dalam artian, drum membutuhkan ruangan yang luas dan khusus (studio.red) -- khususnya drum, akustik. Harga drumsetnya sendiri tidak terbilang murah.

Pengguna aktif metode ini biasnya orang yang memiliki alokasi dana yg terbatas. Bukan mereka tidak punya uang, namun rasanya terlalu dini mengeluarkan uang lebih, untuk sesuatu yang baru dimulai. Begitu juga dengan orang-orang yang memilik keterbatasan tempat. Apa lagi kalo kos atau numpang seperti saya.

Metode ini juga tidak terbatas bagi orang-orang awam. Banyak drummer, bahkan yg pro, memilih berlatih drum tanpa drumset. Kenapa? Karena itu berarti membatasi ruang gerak. Berlatih harus bisa dimana saja, sehingga selain lebih efektif, progresnya jg nyata.

Media berlatih jadi poin berikutnya, dan ini poin yang vital. Sebelum kita mulai, pastikan bahwa anda memiliki stick yang tepat. Anda boleh tidak memilik drum untuk berlatih, tapi tolong lah, jangan stick juga minjem.

Media berlatih ada bermacam-macam. Yang paling sering digunakan, adalah bantal yang disusun menyerupai drumset. Konyol? Hehehe memang drumming itu dimulai dengan kekonyolan kok -- bukan konyol belajar memukul alat musik?? Tapi gak usah heran, karena hampir 70% orang yang memulai belajar drum di Indonesia mulai dengan bantal.

Namun media ini, yang notabene biasa diritualkan diatas tempat tidur, memiliki kelemahan vital. Sebagian karena posisi kaki jadi terlipat. Ini membuat perbedaan sangan mencolok saat bermain di drumset sebenarnya. Masih karena posisi. Metode ini merusak bentuk tubuh jika nantinya bermain di drumset sungguhan. Namun bukan awal yang buruk untuk mulai belajar drum, karena saya sendiri mulai dengan cara ini.

Berikutnya ini yang paling disukai oleh drummer, practice pad kit. Bahkan drummer-drummer pro dalam dan luar negri, menggunakna ini sebagai media latihan reguler mereka, atau sekedar warming-up sebelum tampil. Kelebihannya, tentunya mirip sekali dengan drum sungguhan dengan less distorsi, alias gak berisik. Selain itu praktis. Biasanya gak usah di set benar-benar menyerupai drumset. Hanya perlu 1-2pad buat tangan dan satu buat kaki untuk reguler practice, dan satu pad saja untuk sekedar warming up.

Bagaimana cara memprolehnya? Kalo dulu mungkin hal yang mustahil untuk memiliki practice pad di Jakarta. Biasanya mereka yang punya karena membeli di luar sewaktu mereka ke luar negri, atau mengordernya. Dan tentu saja harganya masih mahal. Namun untuk saat ini, practice pad dengan mudah ditemukan. Dari buatan luar, sampai buatan dalam negri.

Dengan harga 250-350 ribu, kita sudah dapat memilik practice pad dengan ukuran 6" s/d 12". Itu kalo kita beli merek luar. Kalo merek dalam negri, hanya sekitar 60-100 ribu rupiah. Modelnya juga beraneka ragam. Mulai dari yang mobile (yang digunakan di paha), sampai dengan yang bisa di attc. ke stand. Bersama stand simbal/snare dengan merek Yamaha, maka kita sudah bisa membawa pulang practice pad reguler dengan harga tidak sampai 500 ribu.

Kalo dibanding dengan drum set+peredam memang murah, namun untuk sebagian orang angka ini masih terbilang mahal. Ok kita cari opsi kedua. Coba untuk bikin sendiri. Bikin sendiri? Yup. Gak sulit kok. Tinggal cari papan kayu, dan lapisi menggunakan ban dalam mobil. Ban dalam mobil sendiri kira-kira 10 ribu rupiah. Lapisi satu demi satu menggunakan lem karet (aibon juga bisa) sampai kira-kira cukup tebal (sekitar 4-5kali).

Male bikin sendiri? Selain opsi tsb, masih ada opsi kreativ lainnya. Silahkan anda ke toko yang menjual alat-alat olah raga. Beli sepasang batt (raket pimpong) -- soalnya biasanya hanya jual sepasang. Lantas potong gagangnya. Viola! Anda memiliki sepasang pad drum.

Standnya? Jangan seperti orang susah dong. Ini Jakarta bung, apa aja bisa dicari. Coba anda jalan-jalan ke pasar Senen, (atau kemana saja )yang kira-kira anda bisa menemukan lapak yang menjual drum-druman (yang biasa di pakai buat ngamen). Cari standnya aja. Biasanya mereka mau kok jual standnya aja.

Untuk bass drum practice pad, kebetulan sudah ada buatan lokal. Dan kebetulan saya juga menjualnya. Silahkan cek disini. Harga sekitar 300 ribu. Jadi dengan practice pad -- bahkan dengan posisi menyerupai drumset, kocek yang dikeluarkan masih di bawa 1,6 juta.

Kendalanya menggunakan practice pad kit? Biasanya karena suaranya monoton, sehinggah mudah terserang kejenuhan. Selain itu, feelnya memang tidak bisa mendekati drumset asli. Tapi bukannya ini yang namanya keterbatasan kan?

Selain Media Statis (karena biasanya kita terpaku pada media, alias diam), ada juga Media yang Dinamis. Disebut Media Dinamis karena kita bisa berlatih sambli mengerjakan hal lain. Tidak terpaku pada satu hal.

Yang paling 'primitf', dengan menggunakan paha. Walaupun primitf, namun terbukti cukup efektif. Selain itu ada juga teknik yang di-share-kan oleh anak-anak Farabi. Dengan menggunakan Butt stick, atau biasa disebut Butt Technique. Dengan ini kita bisa melatih beberapa rudiment yang penting.



Selain itu ada tekniknya Jojo Mayer, berlatih drum tanpa stick (ini ilmunya jauh lebih hebat lagi). Claps Technique. Ini kedua tangan menepuk ya. Jadi ok bangat buat ngelatih kontrol. Saran dari herr Jojo, mainkan 8X100 tepukan. Di jamin anda akan pegal sebelum 20X, apa lagi bagi pertama kali nyoba. Huff.

Sebenarnya ada banyak macam lagi teknik dinamis. Anda bisa mencarinya di forum-forum drum.

Setelah bicara mengenai Medianya, sekarang kita masuk bagaimana Metode Latihan. Mengingat sebagian besar metode latihannya agak berbeda. Secara garis besar bisa dilihat di posting awal saya. Bisa di klik disini.


Lanjutkan ke Metode Latihan Drum Tanpa Drum...
Read More

Kamis, 24 Januari 2008

Tulang Punggung Band

Di situs yang saya moderasikan sedang hangat perbicangan mengenai instrumen yg paling penting dalams sebuah band. Ya semua instrumen memang penting, namun ada yg menjadi kurir dalam sebuah band, tulang punggung untuk instrumen lainnya.

Drum menjadi begitu penting peranannya dalam musik kontenporer masa kini. Di luar kesalahkaprahan orang awam bahwa drum merupakan time keeping, drum memiliki fungsi mendasar, yaitu memberikan warna dalam sebuah lagu atau band. Kenapa kesalahkaprahan awam bahwa drum merupakan time keeper? Karena tanggung jawab tempo bukan saja milik drummer, namun semua anggota dalam band. Contoh, ini kisah adik saya yg berlatih untuk acara tahun baru kemarin. Sewaktu latihan tempo dia 'lari' (walopun kemungkinan besar karena suasana sudah tidak enak duluan. Ya soalnya adik gw datangnya terlambat). Sampai ketua bandnya berujar, "Drew, kalo loe masih lari lagi, gw suruh si Junet gantiin loe nih?!". Ya karena sadar diri sudah terlambat ade gw cuma bisa manyun aja sambil joget-joget gitu (ya gak lah).

Alhasil doi belajar lagunya mati-matian pake metronome. Sewaktu tampil, sudah dengan persiapan dan latihan yg ok, plus metronom sebagai kawan sejati dalam menjaga tempo. Eh pas nge-gig adik saya yg sudah mati-matian jaga tempo (sampe wajahnya ngeden-ngeden gitu) tetap aja lari. Yang bikin lari kali ini bukan dia, melainkan temen-temennya yg sudah terbawa suasana.

Initnya, tanggung jawab tempo tidak bisa dikambing hitamkan terhada drum atau salah-satu instrumen, namun merupakan tugas bersama dalam band tsb.

Pentingkah drum?

Tidak usah diperdebatkan lagi mengenai esensi penting dari drum. Drum yg paling sering di caci-maki (baca komplain.red) dalam sebuah band atau kelompok musik, menunjukan kepada kita betapa instrumen lain 'bergantung' terhadap drum -- diakui maupun tidak. Sesi rekaman yg diawali dengan pengambilan drum terlebih dahulu merupakan salah-satu contoh yg gambalang.

Tidak ada instrumen lain yg begitu mencoloknya jika melakukan kesalahan selain drum ini. Mungkin itu juga alasan drummer diletakan dibelakang (selain dibalik drumnya sendiri), agar tidak terlalu malu jika melakukan kesalahan.

Ok, memang drum instrumen yg begitu esensi dalam sebuah band, namun sayangnya drum bukan penunjuk genre. Maksudnya gnere suatu musik tidak ditunjukan oleh permainan drum. Sepenting-pentingnya posisi drum, bukan instrumen ini yg menjadi tulang punggung dari sebuah band. Tentunya band yg bagus.

Dari hasil obrolan ringan dari para musisi, bisa dipastikan bass lah yg memiliki peranan tulang punggung dalam sebuah band/kelompok musik. Kenapa bass?

Karena bass yg menghubungkan ketukan dalam drum agar dapar di interpretasikan dalam melodi/cord. Makanya seorang pemain bass yg baik akan mencoba mendengar pemain drumnya dengan seksama, dan mencoba membahasakan dengan nada (bisa dibayangkan kan betapa susahnya bass, selain memperhatikan cord dia jg harus memperhatikan beat drum). Sedangkan sampai pada tahapan tertentu drummer hanya perlu mendengarkan pemain bass. Begitu jg instrumen lain (gitar, keyboard) hanya perlu mengetahui (sering kali malah memberitahukan) cord atau melodi tertentu dari bass.

Karena aktifitasnya yg menghubungkan ini, maka dengan gamblang jenis musik dari sebuah lagu akan terungkap dari pemain bass. Ini pula yg menunjukan dengan mudah jenis aliran musik tertentu yg sedang dibawakan band tsb.

Kita bisa saja ber-fillin ria ditengah lagu -- khususnya fillin dari genre yg berbeda dari musik yg sedang kita mainkan. Namun saat bassist mencoba ber-fillin latin ditengah lagu yg notabene bergenre pop, maka bangunan lagu tsb akan goyah. Menjadi tidak jelas.

Sebuah band akan solid jika memiliki pemain drum yg menyatu dengan pemain bass, dan pemain bass yg menyatu dengan keyboard/gitar. Ini membuat musik tsb menjadi 'satu suara', bukan sekedar dengungan dari beberapa instrumen.
Read More

Selasa, 15 Januari 2008

APAKAH MEREKA MASIH BERLATIH?

..Beberapa hari yang lalu saya terlibat dalam sebuah pembicaraan ringan mengenai drum dengan adik saya. Di tengah-tengah pembicaraan tsb tiba-tiba adik saya bertanya, "ka, kalo sudah seperti Vinnie Coulaiuta, apa masih perlu latihan lagi ya?". Mungkin gak hanya dia, tapi beberapa dari kita ( termasuk saya sendiri pernah ) setidaknya memikirkan pertanyaan ini.

Benar gak sih mereka perlu berlatih?

Biasanya pertanyaan ini muncul karena orientasi kita ( masih ) terhadap teknik dan bagaimana memperoleh teknik tsb. Tentunya bagi kita yang masih dalam tahap berkembang dan belajar drum, masih banyak teknik-teknik yang perlu di pelajari. Kita pun masih terus mencoba berbagai hal yang baru sesuai dengan kemajuan musik saat ini.

Sedangkan mereka ( drummer-drummer kawakan ). Mereka sudah sedemikian hebatnya bermain musik saat mereka masih sangat-sangat muda, dan kita, jangankan mengetahui alat musik tsb, lahir saja belum.

Baru-baru ini saya menonton sebuah video musik dari awal tahun 80'-an. Salah-satunya Bill Beuford. Musik yang dimainkan sungguh tidak kalah rumit dengan frase-frase out-set permainan musik saat ini. Penggunaan teknik-teknik dan chop-chop elektrik tecno yang begitu moderen, sehingga seolah-olah melihat musik saat ini berjalan kembali ke masa lalu.

Memang masih banyak kekurangannya jika dibandingkan dengan musik saat ini. Misalnya secara teknologi, sampling sound yang masih terbatas (walopun perdebatan antara sampling analog dengan digital belym berkesudahaan). Namun fokusnya pada pendayagunaan teknik yang ternyata tidak kalah dengan musik saat ini. Ini menunjukan teknik mereka saat itu, mungkin tidak berlebihan dibilang sejajar atau malah jauh diatas kita saat ini. Jadi apakah mereka masih terus berlatih sampai sekarang?

Sekarang kita tengok musisi dalam negri kita sendiri. Seorang Sendy Luntungan atau Inank Noorsaid, sebelum musik tanah air menggeliat seperti pada pertenghan 90'-an, sudah menjadi sosok musisi muda (walopun mereka bukan dari generasi yg benanr-benar sejajar) yang sangat di perhitungkan. Malah dari penuturan mas Inank saat pertama kali pulang ke Indonesia, musik Indonesia masih jauh tertinggal dengan musik di Eropa. Itu membuat permainan dia sulit diterima, sehingga untuk bisa eksis dalam dunia musik di Indonesia, beliau perlu menurunkan standar teknik permainan. Hal yang tidak jauh berbeda pula dialami oleh om Cendy. Coba tengok permainan beliau yang begitu luar biasa dalam album JavaJazz 'Bulan di Asia1' dan 'Bulan di Asia2'. Permainan para musisi yang terlibat dalam album tsb sungguh-sungguh dapat dsejajarkan dengan permainan kawakan dari musisi jazz luar.

Jadi setelah sedikit penjabaran yang menggambarkan begitu skill full-nya para musisi pro tsb (dengan kengerian yg mereka ciptakan dari teknik mereka), apakah mereka masih memerlukan latihan?

Musisi yang baik tetap dan terus berlatih. Bahkan sesudah menginjak usia yang begitu rapuh seperti Loui Bellson, mereka masih tetap berlatih.

Bagi musisi yang memiliki permainan tingkat tinggi, latihan setiap hari bukan merupakan ajang pencapaian sebuah teknik semata atau membuat mereka semakin mahir (karena tentunya mereka sudah sangat mahir). Mereka berlatih setiap hari untuk terus mengembangkan diri, dan inilah alasan utama mereka berlatih.

Mungkin teknik mereka masih kalah dengan musisi si anu, atau permainan mereka tidak secepat musisi si anu, namun seperti yang saya singgung di post sebelumnya, musik bukan sekumpulan teknik, namun lebih sebagai sebuah penyampaian pesan dari musisi itu sendiri. Pada tahap ini teknik 'hanya' digunakan sebagai alat menolong yang membantu musisi tsb untuk menyampaikan pesan.

Bagi musisi seperti ini, latihan lebih sebagai meningkatkan potensi diri, karena bisa saja teknik menjadi kendala saat usia tidak memungkinkan, namun mereka tetap berlatih agar jiwa mereka tetap hidup, potensi diri mereka terus berkembang.

Saat mereka bermain dalam sebuah event musik, atau konser, itu adalah hasil penelusuran atas potensi diri mereka yang tersembunyi. Mereka punya bakat, ya. Tapi mereka perlu bekerja keras untuk memunculkannya ke permukaan. Dan untuk itulah mereka berlatih keras.

Jadi jawabannya mereka masih terus berlatih sampai sekarang kawan. Bagaimana dengan anda?


_____________
This mail sent by Sony M600i

Read More

Senin, 14 Januari 2008

Tahapan Bermain Musik (baca: Drum.red)

Drum. Bagi saya ini alat musik 'terindah' dan 'termudah' yg pernah tercipta. Sungguhkah indah? Itu tergantung siapa yg mendengarkan hehe. tapi sungguhkah mudah? Hm sampai pada tahap tertentu, bermain drum itu mudah. Namun kenapa kebanyakan orang, khususnya malah para musisi instrumen lain (beberapa pemain drum itu sendiri) meng-uderestimat-kan alat musik ini. Banyak dari mereka berpikir ini instrumen pelengkap atau pengiring yg siapa saja bisa memainkannya. Mungkin benar siapa saja bisa memukul drum, tapi tidak semua orang bisa memainkannya.

Sebelumnya mari kita cek dulu sebentar tahapan dalam bermain musik (khususnya drum dalam topik ini). Saya membagi dalam tiga tingkat atau tahapan bermain drum. Tahap pertama adalah Memukul Drum. "Doni, pukul drum itu!". Ya siapapun bisa memukul drum, wong hanya mukul, apa susahnya. Pada tahap ini tidak ada seorangpun yg suka mendengarkan drum -- kecuali orang tua yg melihat anaknya memukul drum tsb dan menganggap anaknya punya bakat main drum. Salah-satu orang tua murid yg anaknya berusia 4-6th,

"mas, ini anak saya mau belajar drum"
"Ow iya. Anaknya sudah pernah belajar drum?"
"Belum mas. Cuma saya lihat anaknya saya punya bakat main drum. Tiap hari selalu mukul-mukul meja kalo dengar musik (untung gak mukul-mukul ibunya). Sebenarnya anaknya sudah minta drum ke bapaknya, cuma bapaknya bilang les aja dulu. Ya biar deh dia les dulu, kan kalo anaknya sudah mau kita orang tua susah larangnya mas".
Saya cuma ber-'oow...' dengan panjangnya, dan ini tandanya awal dari bencana. "Ok, dicoba dulu ya bu".

Beberapa minggu berikutnya,
"Maaf bu, saya tidak bisa ngajarin anak ibu", kata saya dengan berat hati.
"Loh memang kenapa mas?"
"iya, sepertinya anak ibu lebih senang mukul-mukul meja dari pada main drum. Tidak ada satupun yg di perhatikan. Semua tom, hihat, dan snare di pukul-pukul seperti meja"


Banyak dari orang tua beranggapan kalo anaknya suka mukul-mukul meja (atau benda lainnya yg bias dipukul) saat muncul video-clip lagu di TV, berarti anaknya 'berbakat' bermain drum -- mungkin berbakat meukul-mukul drum, tapi bukan bermain drum. Secara psikologis, anak seusia ini memang senang membunyikan (termasuk memukul) sesuatu. Pada usia seperti ini daya rangsang terhadap bunyi-bunyian mulai berkembang. Anak ibu senang mukul meja karena gak ada piano dirumah ibu. Coba deh kalo ada piano, pasti piano yg dipukul.

Pesan bagi para orang tua yg anaknya senang mukul-mukul, percayalah, itu bukan karena anak anda berbakat.


Sekian OOT-nya bagi para orangtua. Tahap kedua adalah Bermain Drum. Pada tahap ini
semakin terseleksi orang-orang yg bisa melakukannya. Kenapa? Karena pada tahap ini diperlukannya sebuah pengenalan yg lebih dalam untuk bermain drum. Tahap ini membutuhkan pembelajaran teknik teknik-teknik dasar sampai lanjutan (mungkin atas) dari bermain drum. Pada tahap ini kita belajar mengenal alat ini, mengenal jenis pukulan. Tahu dari yg namanya paradidle sampai ostinato.

Pada tahap ini yg menjadi pembatas dengan tahapan berikutnya begitu tipis. Mungkin permainan yg dihasilkan terdengar sama namun sumbernya dari tingkatan yg berbeda. Tahap ketiga adalah Bermain Musik. Lantas apa bedanya dengan bermain drum? Bukannya kita bermain drum juga untuk bermain musik?

Pada tahap bermain musik, pikiran kita tidak dibatas pada taknik semata. Masih bingung? Pernah gak pada saat kita mengiringi musik, dan pada saat perpindahan, kita mikirn fillin-nya mau bagaimana? Ya memang gak mutlak, tapi ini barometer untuk melihat perbedaan tsb. Dulu saya sendiri seperti ini. Saat bermain sibuk mikir beat yg bagus, fillin yg bagus (tepatnya yg 'wah'/cool) dan teknik apa yg digunakan, tanpa memikirkan musisi lain, dan apa lagi musiknya itu sendiri.

Roy Burns pernah bertutur kali pertama dia live recording trio. Sebelum memulai sesi rekaman, dia bertanya kepada pemimpin bandnya, " kamu ingin saya bermain apa untuk rekaman ini?". Pemimpin band tsb memandang Roy dengan heran, lalu berkata, "mainkan saja sesuai musiknya Roy".

Tidak salah memikirkan teknik, namun jangan berfokus pada teknik saat kita bermain musik. Kita bermain musik, jadi fokuskan pada musiknya. Kalo kita bermain teknik, atau bermain kelereng, baru fokuskan pada teknik atau kelerengnya. Teknik sumpama kata-kata dalam sebait kalimat musik. Jika kita berfokus pada kata-kata, dan bukan kepada kalimatnya (seperti orang yg baru belajar bahasa inggris), maka kata-kata tsb -- jadi sih sebuah kalimat, namun tidak ada pesan yg dikandungnya, atau malah keliru.

Musisi yg baik harus memiliki pesan dalam permainan musiknya, sehingga musik yg ia mainkan memiliki makna untuk para pendengarnya.

Musisi sekaliber Dave Weckl, Vinnie Coulaiuta, Steve Gadd, selalu berfokus pada musiknya, bukan pada teknik drum mereka, sehingga musik mereka memiliki pesan untuk disampaikan kepada para pendengarnya.

Pesan moralnya, anda perlu teknik untuk memainkan sebuah alat, namun anda perlu makna untuk sebuah musik.
Read More

Kamis, 10 Januari 2008

bakat!

Sering sekali saya mendapatkan pertanyaan ini, 'perlu bakat ya untuk main musik?'. Entah itu orang tua dari anak yg mau belajar drum, atau orang yg tertarik dengan drum, bahkan tidak jarang dari murid saya sendiri.
Biasanya jika ditanya perlu gaknya bakat dalam bermain drum atau musik, jawaban saya, "Perlu sekali! Anda harus punya BAKAT PANTANG MENYERAH untuk belajar musik". Biasanya lawan bicara saya akan tertawa, atau menganggap saya bercanda.
Sayangnya hal tsb benar. Untuk belajar apapun juga kita harus punya 'bakat' pantang menyerah, mungkin kalo menggunakan istilah saya, 'bakat keras kepala'. Saya termasuk orang yg tidak terlalu berbakat di musik. Feeling saya kurang, intuisi saya terhadap not buruk. Berbeda dengan ade saya yg ke3. Dia punya bakat, intuisi dan feeling yg bagus sekali dalam bermusik.
Namun saya punya kemauan dan senang untuk belajar, juga yg terutama saya sangat menyukai musik, khususnya drum. Jadi kalo satu kali saya masih belum bisa, maka tidak segan-segan untuk belajar dua kali lipat dari orang lain. Jika dua kali lipat masih belum cukup, maka saya akan belajar empat kali lipat dan begitu seterusnya.
Memiliki bakat dalam bermusik atau bidang tertentu itu baik, malah merupakan sebuah nilai positif, tapi tanpa kemauan, ketekunan dan kerja keras (baca bakat keras kepala.red) maka bakat tsb menjadi sia-sia, seperti 'a fool and his money are easily parted'.
"Tapi kak, saya rasa saya sudah belajar 2X lipat dari orang lain, belajar 6-8jam sehari, tapi kemajuan saya lambat". Keras kepala butuh kecerdasan. Keras Kepala tanpa berpikir hanya menjadi pembuat onar dalam suatu kesempatan. Kuantitas berlatih dengan kualitas berlatih sering kali tidak berjalan seiring. Kebanyakan dari kita punya kemauan, punya waktu, tapi tidak tahu apa yg mau dilatih.
Bakat Keras Kepala juga harus memiliki kepandaian untuk tahu apa yg harus dilatih, dan kapan harus mencari mentor atau guru. Kemauan tanpa arah dan tangga yg jelas akan membawa kita pada ketersesatan. Ketersesatan akan menghabiskan waktu dan tidak membuat kita sampai pada titik yg kita inginkan.
Memiliki sebuah bakat dalam bidang tertentu itu baik, tapi itu diurutan kesekian. Kamu harus memiliki kemauan dan kerja keras, maka bakat musik atau bakat menulis atau apapun itu akan melekat dikamu seiring dengan kerja keras kamu.

_____________
This mail sent by Sony M600i
Read More