Kamis, 24 Januari 2008

Tulang Punggung Band

Di situs yang saya moderasikan sedang hangat perbicangan mengenai instrumen yg paling penting dalams sebuah band. Ya semua instrumen memang penting, namun ada yg menjadi kurir dalam sebuah band, tulang punggung untuk instrumen lainnya.

Drum menjadi begitu penting peranannya dalam musik kontenporer masa kini. Di luar kesalahkaprahan orang awam bahwa drum merupakan time keeping, drum memiliki fungsi mendasar, yaitu memberikan warna dalam sebuah lagu atau band. Kenapa kesalahkaprahan awam bahwa drum merupakan time keeper? Karena tanggung jawab tempo bukan saja milik drummer, namun semua anggota dalam band. Contoh, ini kisah adik saya yg berlatih untuk acara tahun baru kemarin. Sewaktu latihan tempo dia 'lari' (walopun kemungkinan besar karena suasana sudah tidak enak duluan. Ya soalnya adik gw datangnya terlambat). Sampai ketua bandnya berujar, "Drew, kalo loe masih lari lagi, gw suruh si Junet gantiin loe nih?!". Ya karena sadar diri sudah terlambat ade gw cuma bisa manyun aja sambil joget-joget gitu (ya gak lah).

Alhasil doi belajar lagunya mati-matian pake metronome. Sewaktu tampil, sudah dengan persiapan dan latihan yg ok, plus metronom sebagai kawan sejati dalam menjaga tempo. Eh pas nge-gig adik saya yg sudah mati-matian jaga tempo (sampe wajahnya ngeden-ngeden gitu) tetap aja lari. Yang bikin lari kali ini bukan dia, melainkan temen-temennya yg sudah terbawa suasana.

Initnya, tanggung jawab tempo tidak bisa dikambing hitamkan terhada drum atau salah-satu instrumen, namun merupakan tugas bersama dalam band tsb.

Pentingkah drum?

Tidak usah diperdebatkan lagi mengenai esensi penting dari drum. Drum yg paling sering di caci-maki (baca komplain.red) dalam sebuah band atau kelompok musik, menunjukan kepada kita betapa instrumen lain 'bergantung' terhadap drum -- diakui maupun tidak. Sesi rekaman yg diawali dengan pengambilan drum terlebih dahulu merupakan salah-satu contoh yg gambalang.

Tidak ada instrumen lain yg begitu mencoloknya jika melakukan kesalahan selain drum ini. Mungkin itu juga alasan drummer diletakan dibelakang (selain dibalik drumnya sendiri), agar tidak terlalu malu jika melakukan kesalahan.

Ok, memang drum instrumen yg begitu esensi dalam sebuah band, namun sayangnya drum bukan penunjuk genre. Maksudnya gnere suatu musik tidak ditunjukan oleh permainan drum. Sepenting-pentingnya posisi drum, bukan instrumen ini yg menjadi tulang punggung dari sebuah band. Tentunya band yg bagus.

Dari hasil obrolan ringan dari para musisi, bisa dipastikan bass lah yg memiliki peranan tulang punggung dalam sebuah band/kelompok musik. Kenapa bass?

Karena bass yg menghubungkan ketukan dalam drum agar dapar di interpretasikan dalam melodi/cord. Makanya seorang pemain bass yg baik akan mencoba mendengar pemain drumnya dengan seksama, dan mencoba membahasakan dengan nada (bisa dibayangkan kan betapa susahnya bass, selain memperhatikan cord dia jg harus memperhatikan beat drum). Sedangkan sampai pada tahapan tertentu drummer hanya perlu mendengarkan pemain bass. Begitu jg instrumen lain (gitar, keyboard) hanya perlu mengetahui (sering kali malah memberitahukan) cord atau melodi tertentu dari bass.

Karena aktifitasnya yg menghubungkan ini, maka dengan gamblang jenis musik dari sebuah lagu akan terungkap dari pemain bass. Ini pula yg menunjukan dengan mudah jenis aliran musik tertentu yg sedang dibawakan band tsb.

Kita bisa saja ber-fillin ria ditengah lagu -- khususnya fillin dari genre yg berbeda dari musik yg sedang kita mainkan. Namun saat bassist mencoba ber-fillin latin ditengah lagu yg notabene bergenre pop, maka bangunan lagu tsb akan goyah. Menjadi tidak jelas.

Sebuah band akan solid jika memiliki pemain drum yg menyatu dengan pemain bass, dan pemain bass yg menyatu dengan keyboard/gitar. Ini membuat musik tsb menjadi 'satu suara', bukan sekedar dengungan dari beberapa instrumen.
Read More

Selasa, 15 Januari 2008

APAKAH MEREKA MASIH BERLATIH?

..Beberapa hari yang lalu saya terlibat dalam sebuah pembicaraan ringan mengenai drum dengan adik saya. Di tengah-tengah pembicaraan tsb tiba-tiba adik saya bertanya, "ka, kalo sudah seperti Vinnie Coulaiuta, apa masih perlu latihan lagi ya?". Mungkin gak hanya dia, tapi beberapa dari kita ( termasuk saya sendiri pernah ) setidaknya memikirkan pertanyaan ini.

Benar gak sih mereka perlu berlatih?

Biasanya pertanyaan ini muncul karena orientasi kita ( masih ) terhadap teknik dan bagaimana memperoleh teknik tsb. Tentunya bagi kita yang masih dalam tahap berkembang dan belajar drum, masih banyak teknik-teknik yang perlu di pelajari. Kita pun masih terus mencoba berbagai hal yang baru sesuai dengan kemajuan musik saat ini.

Sedangkan mereka ( drummer-drummer kawakan ). Mereka sudah sedemikian hebatnya bermain musik saat mereka masih sangat-sangat muda, dan kita, jangankan mengetahui alat musik tsb, lahir saja belum.

Baru-baru ini saya menonton sebuah video musik dari awal tahun 80'-an. Salah-satunya Bill Beuford. Musik yang dimainkan sungguh tidak kalah rumit dengan frase-frase out-set permainan musik saat ini. Penggunaan teknik-teknik dan chop-chop elektrik tecno yang begitu moderen, sehingga seolah-olah melihat musik saat ini berjalan kembali ke masa lalu.

Memang masih banyak kekurangannya jika dibandingkan dengan musik saat ini. Misalnya secara teknologi, sampling sound yang masih terbatas (walopun perdebatan antara sampling analog dengan digital belym berkesudahaan). Namun fokusnya pada pendayagunaan teknik yang ternyata tidak kalah dengan musik saat ini. Ini menunjukan teknik mereka saat itu, mungkin tidak berlebihan dibilang sejajar atau malah jauh diatas kita saat ini. Jadi apakah mereka masih terus berlatih sampai sekarang?

Sekarang kita tengok musisi dalam negri kita sendiri. Seorang Sendy Luntungan atau Inank Noorsaid, sebelum musik tanah air menggeliat seperti pada pertenghan 90'-an, sudah menjadi sosok musisi muda (walopun mereka bukan dari generasi yg benanr-benar sejajar) yang sangat di perhitungkan. Malah dari penuturan mas Inank saat pertama kali pulang ke Indonesia, musik Indonesia masih jauh tertinggal dengan musik di Eropa. Itu membuat permainan dia sulit diterima, sehingga untuk bisa eksis dalam dunia musik di Indonesia, beliau perlu menurunkan standar teknik permainan. Hal yang tidak jauh berbeda pula dialami oleh om Cendy. Coba tengok permainan beliau yang begitu luar biasa dalam album JavaJazz 'Bulan di Asia1' dan 'Bulan di Asia2'. Permainan para musisi yang terlibat dalam album tsb sungguh-sungguh dapat dsejajarkan dengan permainan kawakan dari musisi jazz luar.

Jadi setelah sedikit penjabaran yang menggambarkan begitu skill full-nya para musisi pro tsb (dengan kengerian yg mereka ciptakan dari teknik mereka), apakah mereka masih memerlukan latihan?

Musisi yang baik tetap dan terus berlatih. Bahkan sesudah menginjak usia yang begitu rapuh seperti Loui Bellson, mereka masih tetap berlatih.

Bagi musisi yang memiliki permainan tingkat tinggi, latihan setiap hari bukan merupakan ajang pencapaian sebuah teknik semata atau membuat mereka semakin mahir (karena tentunya mereka sudah sangat mahir). Mereka berlatih setiap hari untuk terus mengembangkan diri, dan inilah alasan utama mereka berlatih.

Mungkin teknik mereka masih kalah dengan musisi si anu, atau permainan mereka tidak secepat musisi si anu, namun seperti yang saya singgung di post sebelumnya, musik bukan sekumpulan teknik, namun lebih sebagai sebuah penyampaian pesan dari musisi itu sendiri. Pada tahap ini teknik 'hanya' digunakan sebagai alat menolong yang membantu musisi tsb untuk menyampaikan pesan.

Bagi musisi seperti ini, latihan lebih sebagai meningkatkan potensi diri, karena bisa saja teknik menjadi kendala saat usia tidak memungkinkan, namun mereka tetap berlatih agar jiwa mereka tetap hidup, potensi diri mereka terus berkembang.

Saat mereka bermain dalam sebuah event musik, atau konser, itu adalah hasil penelusuran atas potensi diri mereka yang tersembunyi. Mereka punya bakat, ya. Tapi mereka perlu bekerja keras untuk memunculkannya ke permukaan. Dan untuk itulah mereka berlatih keras.

Jadi jawabannya mereka masih terus berlatih sampai sekarang kawan. Bagaimana dengan anda?


_____________
This mail sent by Sony M600i

Read More

Senin, 14 Januari 2008

Tahapan Bermain Musik (baca: Drum.red)

Drum. Bagi saya ini alat musik 'terindah' dan 'termudah' yg pernah tercipta. Sungguhkah indah? Itu tergantung siapa yg mendengarkan hehe. tapi sungguhkah mudah? Hm sampai pada tahap tertentu, bermain drum itu mudah. Namun kenapa kebanyakan orang, khususnya malah para musisi instrumen lain (beberapa pemain drum itu sendiri) meng-uderestimat-kan alat musik ini. Banyak dari mereka berpikir ini instrumen pelengkap atau pengiring yg siapa saja bisa memainkannya. Mungkin benar siapa saja bisa memukul drum, tapi tidak semua orang bisa memainkannya.

Sebelumnya mari kita cek dulu sebentar tahapan dalam bermain musik (khususnya drum dalam topik ini). Saya membagi dalam tiga tingkat atau tahapan bermain drum. Tahap pertama adalah Memukul Drum. "Doni, pukul drum itu!". Ya siapapun bisa memukul drum, wong hanya mukul, apa susahnya. Pada tahap ini tidak ada seorangpun yg suka mendengarkan drum -- kecuali orang tua yg melihat anaknya memukul drum tsb dan menganggap anaknya punya bakat main drum. Salah-satu orang tua murid yg anaknya berusia 4-6th,

"mas, ini anak saya mau belajar drum"
"Ow iya. Anaknya sudah pernah belajar drum?"
"Belum mas. Cuma saya lihat anaknya saya punya bakat main drum. Tiap hari selalu mukul-mukul meja kalo dengar musik (untung gak mukul-mukul ibunya). Sebenarnya anaknya sudah minta drum ke bapaknya, cuma bapaknya bilang les aja dulu. Ya biar deh dia les dulu, kan kalo anaknya sudah mau kita orang tua susah larangnya mas".
Saya cuma ber-'oow...' dengan panjangnya, dan ini tandanya awal dari bencana. "Ok, dicoba dulu ya bu".

Beberapa minggu berikutnya,
"Maaf bu, saya tidak bisa ngajarin anak ibu", kata saya dengan berat hati.
"Loh memang kenapa mas?"
"iya, sepertinya anak ibu lebih senang mukul-mukul meja dari pada main drum. Tidak ada satupun yg di perhatikan. Semua tom, hihat, dan snare di pukul-pukul seperti meja"


Banyak dari orang tua beranggapan kalo anaknya suka mukul-mukul meja (atau benda lainnya yg bias dipukul) saat muncul video-clip lagu di TV, berarti anaknya 'berbakat' bermain drum -- mungkin berbakat meukul-mukul drum, tapi bukan bermain drum. Secara psikologis, anak seusia ini memang senang membunyikan (termasuk memukul) sesuatu. Pada usia seperti ini daya rangsang terhadap bunyi-bunyian mulai berkembang. Anak ibu senang mukul meja karena gak ada piano dirumah ibu. Coba deh kalo ada piano, pasti piano yg dipukul.

Pesan bagi para orang tua yg anaknya senang mukul-mukul, percayalah, itu bukan karena anak anda berbakat.


Sekian OOT-nya bagi para orangtua. Tahap kedua adalah Bermain Drum. Pada tahap ini
semakin terseleksi orang-orang yg bisa melakukannya. Kenapa? Karena pada tahap ini diperlukannya sebuah pengenalan yg lebih dalam untuk bermain drum. Tahap ini membutuhkan pembelajaran teknik teknik-teknik dasar sampai lanjutan (mungkin atas) dari bermain drum. Pada tahap ini kita belajar mengenal alat ini, mengenal jenis pukulan. Tahu dari yg namanya paradidle sampai ostinato.

Pada tahap ini yg menjadi pembatas dengan tahapan berikutnya begitu tipis. Mungkin permainan yg dihasilkan terdengar sama namun sumbernya dari tingkatan yg berbeda. Tahap ketiga adalah Bermain Musik. Lantas apa bedanya dengan bermain drum? Bukannya kita bermain drum juga untuk bermain musik?

Pada tahap bermain musik, pikiran kita tidak dibatas pada taknik semata. Masih bingung? Pernah gak pada saat kita mengiringi musik, dan pada saat perpindahan, kita mikirn fillin-nya mau bagaimana? Ya memang gak mutlak, tapi ini barometer untuk melihat perbedaan tsb. Dulu saya sendiri seperti ini. Saat bermain sibuk mikir beat yg bagus, fillin yg bagus (tepatnya yg 'wah'/cool) dan teknik apa yg digunakan, tanpa memikirkan musisi lain, dan apa lagi musiknya itu sendiri.

Roy Burns pernah bertutur kali pertama dia live recording trio. Sebelum memulai sesi rekaman, dia bertanya kepada pemimpin bandnya, " kamu ingin saya bermain apa untuk rekaman ini?". Pemimpin band tsb memandang Roy dengan heran, lalu berkata, "mainkan saja sesuai musiknya Roy".

Tidak salah memikirkan teknik, namun jangan berfokus pada teknik saat kita bermain musik. Kita bermain musik, jadi fokuskan pada musiknya. Kalo kita bermain teknik, atau bermain kelereng, baru fokuskan pada teknik atau kelerengnya. Teknik sumpama kata-kata dalam sebait kalimat musik. Jika kita berfokus pada kata-kata, dan bukan kepada kalimatnya (seperti orang yg baru belajar bahasa inggris), maka kata-kata tsb -- jadi sih sebuah kalimat, namun tidak ada pesan yg dikandungnya, atau malah keliru.

Musisi yg baik harus memiliki pesan dalam permainan musiknya, sehingga musik yg ia mainkan memiliki makna untuk para pendengarnya.

Musisi sekaliber Dave Weckl, Vinnie Coulaiuta, Steve Gadd, selalu berfokus pada musiknya, bukan pada teknik drum mereka, sehingga musik mereka memiliki pesan untuk disampaikan kepada para pendengarnya.

Pesan moralnya, anda perlu teknik untuk memainkan sebuah alat, namun anda perlu makna untuk sebuah musik.
Read More

Kamis, 10 Januari 2008

bakat!

Sering sekali saya mendapatkan pertanyaan ini, 'perlu bakat ya untuk main musik?'. Entah itu orang tua dari anak yg mau belajar drum, atau orang yg tertarik dengan drum, bahkan tidak jarang dari murid saya sendiri.
Biasanya jika ditanya perlu gaknya bakat dalam bermain drum atau musik, jawaban saya, "Perlu sekali! Anda harus punya BAKAT PANTANG MENYERAH untuk belajar musik". Biasanya lawan bicara saya akan tertawa, atau menganggap saya bercanda.
Sayangnya hal tsb benar. Untuk belajar apapun juga kita harus punya 'bakat' pantang menyerah, mungkin kalo menggunakan istilah saya, 'bakat keras kepala'. Saya termasuk orang yg tidak terlalu berbakat di musik. Feeling saya kurang, intuisi saya terhadap not buruk. Berbeda dengan ade saya yg ke3. Dia punya bakat, intuisi dan feeling yg bagus sekali dalam bermusik.
Namun saya punya kemauan dan senang untuk belajar, juga yg terutama saya sangat menyukai musik, khususnya drum. Jadi kalo satu kali saya masih belum bisa, maka tidak segan-segan untuk belajar dua kali lipat dari orang lain. Jika dua kali lipat masih belum cukup, maka saya akan belajar empat kali lipat dan begitu seterusnya.
Memiliki bakat dalam bermusik atau bidang tertentu itu baik, malah merupakan sebuah nilai positif, tapi tanpa kemauan, ketekunan dan kerja keras (baca bakat keras kepala.red) maka bakat tsb menjadi sia-sia, seperti 'a fool and his money are easily parted'.
"Tapi kak, saya rasa saya sudah belajar 2X lipat dari orang lain, belajar 6-8jam sehari, tapi kemajuan saya lambat". Keras kepala butuh kecerdasan. Keras Kepala tanpa berpikir hanya menjadi pembuat onar dalam suatu kesempatan. Kuantitas berlatih dengan kualitas berlatih sering kali tidak berjalan seiring. Kebanyakan dari kita punya kemauan, punya waktu, tapi tidak tahu apa yg mau dilatih.
Bakat Keras Kepala juga harus memiliki kepandaian untuk tahu apa yg harus dilatih, dan kapan harus mencari mentor atau guru. Kemauan tanpa arah dan tangga yg jelas akan membawa kita pada ketersesatan. Ketersesatan akan menghabiskan waktu dan tidak membuat kita sampai pada titik yg kita inginkan.
Memiliki sebuah bakat dalam bidang tertentu itu baik, tapi itu diurutan kesekian. Kamu harus memiliki kemauan dan kerja keras, maka bakat musik atau bakat menulis atau apapun itu akan melekat dikamu seiring dengan kerja keras kamu.

_____________
This mail sent by Sony M600i
Read More