Tampilkan postingan dengan label serba-serbi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label serba-serbi. Tampilkan semua postingan

Jumat, 22 Februari 2008

Filosofi TEMPO

gambar diambil dari http://www.aperfectworld.org/music.htm



Tempo. Berasal dari bahasa Itali, hasil serapan dari Tempus (Latin), yang berarti Time (Inggris) atau Waktu. Waktu merupakan bidang datar dimana sebuah kehidupan eksis diatasnya. Sama seperti hidup, yang tidak lepas dari jagad ruang dan waktu, musik pun memiliki jagad tempo sebagai eksistensinya.

Satuan dari jagad tempo -- agar dapat dihitung, adalah BPM, Beats Per Minute -- berapa banyak beat dalam satu menit. Jadi kalo kita mendengar temponya 120, atau 90, itu artinya ada 120 beat dalam satu menit, atau ada 90 beat dalam satu menit.

Alat ukur yang digunakan dalam tempo adalah metronome.Alat ini menunjukan bpm, baik secara audible maupun visual. Untuk contoh dapat dilihat disini (online metronome).

Menguasai tempo menjadi teramat penting bagi setiap musisi. Sayangnya kebanyakan dari musisi salah-kaprah dengan melemparkan tanggung jawab bersama ini hanya kepada seorang drummer.

Ada dua alasan utama tanggung jawab tempo bukan hanya milik seorang drummer. Pertama, tujuan awal drumset ada dalam sebuah big band, bukan untuk menjaga tempo. Era awal drumset hadir dalam sebuah musik, bertujuan untuk memberi warna baru, bukan menjadi 'penjaga tempo'. Karena sebelum drum hadir, musik baik-baik saja, tanpa kendala dalam tempo. Jadi bukan karena musik bermasalah dalam hal tempo sehingga drum hadir sebagai solusi. Alasan yang kedua dan teramat mendasar, karena, kembali lagi, tempo merupakan jagad kita bermusik. Sehingga jika jagad tsb hanya milik satu instrumen saja (dalam hal ini drum), maka musik hanya menjadi milik drummer seorang.

Sayangnya, walaupun tempo merupakan tanggung jawab bersama anggota band, tidak mudah untuk menyamakan paradigma ini kepada anggota lainnya, lagi pulah lebih enak melempar tanggung jawab kepada sso dari pada memikulnya bersama kan.

Ada setidaknya tiga alasan drummer menjadi kambing-hitam selama ini. Pertama, karena drum tidak memiliki octave, sehingga bagi musisi lain, apa lagi gunanya drum selain mengurusi ketukan dan tempo. Kedua, karena drum berada di tepi jurang, sehingga riskan untuk membuat musisi lain kehilangan alur tempo. Yang terakhir, karena beberapa genre, seperti rock, hanya 'memerlukan' beat dasar, sehingga drum lekat dengan time keeping.

Kita memang sudah mengetahui bahwa selama ini drummer menjadi kambing hitam dari paradigma yang keliru atas tempo. Walaupun demikian ada dua alasan utama, mengapa drummer sebaiknya memperhatikan tempo mereka. Pertama, karena drum tidak memiliki interval nada, sehingga bergesernya tempo sangat mempengaruhi posisi musik satu band. Alasan terakhir, karena drum menjadi kerangka untuk bermusik (khususnya musik kontenporer). Tanpa kerangka yang pas, akan sulit untuk membangun sebuah atmosfer bermusik.

Dengan kebiasaan musisi lain mengkambing-hitamkan drummer, tidak sedikit drummer yang stress terhadap tempo mereka, dan tempo menjadi momok tersendiri bagi seorang drummer. 'Bagaimana sih cara melatih tempo?', merupaka pertanyaan favorit yang diajukan oleh drummer mana pun.

Ada dua tips yang bisa saya bagikan. Yang pertama, berlatih menggunakan metronome. Jawaban kelasik, namun ini benar. Apapun yang kamu latih, selalu gunakan metronome. Ini membuat kamu tahu apa yang kamu mainkan, serta mengenal tempo itu sendiri. Tidak hanya sampai disitu. Saat kamu sudah terbiasa berlatih menggunakan tempo, mulai untuk menurunkan volume metronome (tentunya metronome digital). Lakukan secara bertahap, sampai kamu tidak perlu mendengarkan suara metronome tsb (tentunya membutuhkan waktu yang sangat lama).

Tips yang kedua, gunakan motion! Mungkin ini sebanarnya yang teramat penting. Analogi motion sama seperti berjalan kaki, seperti kata Dave Weckl dalam dvdnya A Natural Evolution. Kita tidak perlu mempelajari tempo saat berjalan kaki, namun saat kita berjalan kaki, kita cendrung untuk konstan. Perhatikan motion-mu, gerak tangan dan posisinya, karena itu merupakan metronome alamiah dalam tubuhmu.

Secara alamiah, tubuh kita membentuk sebuah tempo. Setiap sel dalam tubuh kita melakukan pembelahan dalam kurun waktu tertentu. Bahkan peredaran darah dalam tubuh kita memiliki waktu tertentu untuk beredar dalam tubuh kita. Detak jantung orang normar berada pada 60-80 bpm, yang berarti sekitar 120 kali jumlah buka-tutup pada klep jantung. Ini juga yang menjelaskan, mengapa secara alami merasa nyaman main pada tempo 120bpm.


"tempo tidak membuat musik menjadi kaku, malah sebaliknya, musik akan hidup. Karena tempo membuat jagad imajinasi murni musik menjadi realita"
Read More

Kamis, 24 Januari 2008

Tulang Punggung Band

Di situs yang saya moderasikan sedang hangat perbicangan mengenai instrumen yg paling penting dalams sebuah band. Ya semua instrumen memang penting, namun ada yg menjadi kurir dalam sebuah band, tulang punggung untuk instrumen lainnya.

Drum menjadi begitu penting peranannya dalam musik kontenporer masa kini. Di luar kesalahkaprahan orang awam bahwa drum merupakan time keeping, drum memiliki fungsi mendasar, yaitu memberikan warna dalam sebuah lagu atau band. Kenapa kesalahkaprahan awam bahwa drum merupakan time keeper? Karena tanggung jawab tempo bukan saja milik drummer, namun semua anggota dalam band. Contoh, ini kisah adik saya yg berlatih untuk acara tahun baru kemarin. Sewaktu latihan tempo dia 'lari' (walopun kemungkinan besar karena suasana sudah tidak enak duluan. Ya soalnya adik gw datangnya terlambat). Sampai ketua bandnya berujar, "Drew, kalo loe masih lari lagi, gw suruh si Junet gantiin loe nih?!". Ya karena sadar diri sudah terlambat ade gw cuma bisa manyun aja sambil joget-joget gitu (ya gak lah).

Alhasil doi belajar lagunya mati-matian pake metronome. Sewaktu tampil, sudah dengan persiapan dan latihan yg ok, plus metronom sebagai kawan sejati dalam menjaga tempo. Eh pas nge-gig adik saya yg sudah mati-matian jaga tempo (sampe wajahnya ngeden-ngeden gitu) tetap aja lari. Yang bikin lari kali ini bukan dia, melainkan temen-temennya yg sudah terbawa suasana.

Initnya, tanggung jawab tempo tidak bisa dikambing hitamkan terhada drum atau salah-satu instrumen, namun merupakan tugas bersama dalam band tsb.

Pentingkah drum?

Tidak usah diperdebatkan lagi mengenai esensi penting dari drum. Drum yg paling sering di caci-maki (baca komplain.red) dalam sebuah band atau kelompok musik, menunjukan kepada kita betapa instrumen lain 'bergantung' terhadap drum -- diakui maupun tidak. Sesi rekaman yg diawali dengan pengambilan drum terlebih dahulu merupakan salah-satu contoh yg gambalang.

Tidak ada instrumen lain yg begitu mencoloknya jika melakukan kesalahan selain drum ini. Mungkin itu juga alasan drummer diletakan dibelakang (selain dibalik drumnya sendiri), agar tidak terlalu malu jika melakukan kesalahan.

Ok, memang drum instrumen yg begitu esensi dalam sebuah band, namun sayangnya drum bukan penunjuk genre. Maksudnya gnere suatu musik tidak ditunjukan oleh permainan drum. Sepenting-pentingnya posisi drum, bukan instrumen ini yg menjadi tulang punggung dari sebuah band. Tentunya band yg bagus.

Dari hasil obrolan ringan dari para musisi, bisa dipastikan bass lah yg memiliki peranan tulang punggung dalam sebuah band/kelompok musik. Kenapa bass?

Karena bass yg menghubungkan ketukan dalam drum agar dapar di interpretasikan dalam melodi/cord. Makanya seorang pemain bass yg baik akan mencoba mendengar pemain drumnya dengan seksama, dan mencoba membahasakan dengan nada (bisa dibayangkan kan betapa susahnya bass, selain memperhatikan cord dia jg harus memperhatikan beat drum). Sedangkan sampai pada tahapan tertentu drummer hanya perlu mendengarkan pemain bass. Begitu jg instrumen lain (gitar, keyboard) hanya perlu mengetahui (sering kali malah memberitahukan) cord atau melodi tertentu dari bass.

Karena aktifitasnya yg menghubungkan ini, maka dengan gamblang jenis musik dari sebuah lagu akan terungkap dari pemain bass. Ini pula yg menunjukan dengan mudah jenis aliran musik tertentu yg sedang dibawakan band tsb.

Kita bisa saja ber-fillin ria ditengah lagu -- khususnya fillin dari genre yg berbeda dari musik yg sedang kita mainkan. Namun saat bassist mencoba ber-fillin latin ditengah lagu yg notabene bergenre pop, maka bangunan lagu tsb akan goyah. Menjadi tidak jelas.

Sebuah band akan solid jika memiliki pemain drum yg menyatu dengan pemain bass, dan pemain bass yg menyatu dengan keyboard/gitar. Ini membuat musik tsb menjadi 'satu suara', bukan sekedar dengungan dari beberapa instrumen.
Read More

Selasa, 15 Januari 2008

APAKAH MEREKA MASIH BERLATIH?

..Beberapa hari yang lalu saya terlibat dalam sebuah pembicaraan ringan mengenai drum dengan adik saya. Di tengah-tengah pembicaraan tsb tiba-tiba adik saya bertanya, "ka, kalo sudah seperti Vinnie Coulaiuta, apa masih perlu latihan lagi ya?". Mungkin gak hanya dia, tapi beberapa dari kita ( termasuk saya sendiri pernah ) setidaknya memikirkan pertanyaan ini.

Benar gak sih mereka perlu berlatih?

Biasanya pertanyaan ini muncul karena orientasi kita ( masih ) terhadap teknik dan bagaimana memperoleh teknik tsb. Tentunya bagi kita yang masih dalam tahap berkembang dan belajar drum, masih banyak teknik-teknik yang perlu di pelajari. Kita pun masih terus mencoba berbagai hal yang baru sesuai dengan kemajuan musik saat ini.

Sedangkan mereka ( drummer-drummer kawakan ). Mereka sudah sedemikian hebatnya bermain musik saat mereka masih sangat-sangat muda, dan kita, jangankan mengetahui alat musik tsb, lahir saja belum.

Baru-baru ini saya menonton sebuah video musik dari awal tahun 80'-an. Salah-satunya Bill Beuford. Musik yang dimainkan sungguh tidak kalah rumit dengan frase-frase out-set permainan musik saat ini. Penggunaan teknik-teknik dan chop-chop elektrik tecno yang begitu moderen, sehingga seolah-olah melihat musik saat ini berjalan kembali ke masa lalu.

Memang masih banyak kekurangannya jika dibandingkan dengan musik saat ini. Misalnya secara teknologi, sampling sound yang masih terbatas (walopun perdebatan antara sampling analog dengan digital belym berkesudahaan). Namun fokusnya pada pendayagunaan teknik yang ternyata tidak kalah dengan musik saat ini. Ini menunjukan teknik mereka saat itu, mungkin tidak berlebihan dibilang sejajar atau malah jauh diatas kita saat ini. Jadi apakah mereka masih terus berlatih sampai sekarang?

Sekarang kita tengok musisi dalam negri kita sendiri. Seorang Sendy Luntungan atau Inank Noorsaid, sebelum musik tanah air menggeliat seperti pada pertenghan 90'-an, sudah menjadi sosok musisi muda (walopun mereka bukan dari generasi yg benanr-benar sejajar) yang sangat di perhitungkan. Malah dari penuturan mas Inank saat pertama kali pulang ke Indonesia, musik Indonesia masih jauh tertinggal dengan musik di Eropa. Itu membuat permainan dia sulit diterima, sehingga untuk bisa eksis dalam dunia musik di Indonesia, beliau perlu menurunkan standar teknik permainan. Hal yang tidak jauh berbeda pula dialami oleh om Cendy. Coba tengok permainan beliau yang begitu luar biasa dalam album JavaJazz 'Bulan di Asia1' dan 'Bulan di Asia2'. Permainan para musisi yang terlibat dalam album tsb sungguh-sungguh dapat dsejajarkan dengan permainan kawakan dari musisi jazz luar.

Jadi setelah sedikit penjabaran yang menggambarkan begitu skill full-nya para musisi pro tsb (dengan kengerian yg mereka ciptakan dari teknik mereka), apakah mereka masih memerlukan latihan?

Musisi yang baik tetap dan terus berlatih. Bahkan sesudah menginjak usia yang begitu rapuh seperti Loui Bellson, mereka masih tetap berlatih.

Bagi musisi yang memiliki permainan tingkat tinggi, latihan setiap hari bukan merupakan ajang pencapaian sebuah teknik semata atau membuat mereka semakin mahir (karena tentunya mereka sudah sangat mahir). Mereka berlatih setiap hari untuk terus mengembangkan diri, dan inilah alasan utama mereka berlatih.

Mungkin teknik mereka masih kalah dengan musisi si anu, atau permainan mereka tidak secepat musisi si anu, namun seperti yang saya singgung di post sebelumnya, musik bukan sekumpulan teknik, namun lebih sebagai sebuah penyampaian pesan dari musisi itu sendiri. Pada tahap ini teknik 'hanya' digunakan sebagai alat menolong yang membantu musisi tsb untuk menyampaikan pesan.

Bagi musisi seperti ini, latihan lebih sebagai meningkatkan potensi diri, karena bisa saja teknik menjadi kendala saat usia tidak memungkinkan, namun mereka tetap berlatih agar jiwa mereka tetap hidup, potensi diri mereka terus berkembang.

Saat mereka bermain dalam sebuah event musik, atau konser, itu adalah hasil penelusuran atas potensi diri mereka yang tersembunyi. Mereka punya bakat, ya. Tapi mereka perlu bekerja keras untuk memunculkannya ke permukaan. Dan untuk itulah mereka berlatih keras.

Jadi jawabannya mereka masih terus berlatih sampai sekarang kawan. Bagaimana dengan anda?


_____________
This mail sent by Sony M600i

Read More

Senin, 14 Januari 2008

Tahapan Bermain Musik (baca: Drum.red)

Drum. Bagi saya ini alat musik 'terindah' dan 'termudah' yg pernah tercipta. Sungguhkah indah? Itu tergantung siapa yg mendengarkan hehe. tapi sungguhkah mudah? Hm sampai pada tahap tertentu, bermain drum itu mudah. Namun kenapa kebanyakan orang, khususnya malah para musisi instrumen lain (beberapa pemain drum itu sendiri) meng-uderestimat-kan alat musik ini. Banyak dari mereka berpikir ini instrumen pelengkap atau pengiring yg siapa saja bisa memainkannya. Mungkin benar siapa saja bisa memukul drum, tapi tidak semua orang bisa memainkannya.

Sebelumnya mari kita cek dulu sebentar tahapan dalam bermain musik (khususnya drum dalam topik ini). Saya membagi dalam tiga tingkat atau tahapan bermain drum. Tahap pertama adalah Memukul Drum. "Doni, pukul drum itu!". Ya siapapun bisa memukul drum, wong hanya mukul, apa susahnya. Pada tahap ini tidak ada seorangpun yg suka mendengarkan drum -- kecuali orang tua yg melihat anaknya memukul drum tsb dan menganggap anaknya punya bakat main drum. Salah-satu orang tua murid yg anaknya berusia 4-6th,

"mas, ini anak saya mau belajar drum"
"Ow iya. Anaknya sudah pernah belajar drum?"
"Belum mas. Cuma saya lihat anaknya saya punya bakat main drum. Tiap hari selalu mukul-mukul meja kalo dengar musik (untung gak mukul-mukul ibunya). Sebenarnya anaknya sudah minta drum ke bapaknya, cuma bapaknya bilang les aja dulu. Ya biar deh dia les dulu, kan kalo anaknya sudah mau kita orang tua susah larangnya mas".
Saya cuma ber-'oow...' dengan panjangnya, dan ini tandanya awal dari bencana. "Ok, dicoba dulu ya bu".

Beberapa minggu berikutnya,
"Maaf bu, saya tidak bisa ngajarin anak ibu", kata saya dengan berat hati.
"Loh memang kenapa mas?"
"iya, sepertinya anak ibu lebih senang mukul-mukul meja dari pada main drum. Tidak ada satupun yg di perhatikan. Semua tom, hihat, dan snare di pukul-pukul seperti meja"


Banyak dari orang tua beranggapan kalo anaknya suka mukul-mukul meja (atau benda lainnya yg bias dipukul) saat muncul video-clip lagu di TV, berarti anaknya 'berbakat' bermain drum -- mungkin berbakat meukul-mukul drum, tapi bukan bermain drum. Secara psikologis, anak seusia ini memang senang membunyikan (termasuk memukul) sesuatu. Pada usia seperti ini daya rangsang terhadap bunyi-bunyian mulai berkembang. Anak ibu senang mukul meja karena gak ada piano dirumah ibu. Coba deh kalo ada piano, pasti piano yg dipukul.

Pesan bagi para orang tua yg anaknya senang mukul-mukul, percayalah, itu bukan karena anak anda berbakat.


Sekian OOT-nya bagi para orangtua. Tahap kedua adalah Bermain Drum. Pada tahap ini
semakin terseleksi orang-orang yg bisa melakukannya. Kenapa? Karena pada tahap ini diperlukannya sebuah pengenalan yg lebih dalam untuk bermain drum. Tahap ini membutuhkan pembelajaran teknik teknik-teknik dasar sampai lanjutan (mungkin atas) dari bermain drum. Pada tahap ini kita belajar mengenal alat ini, mengenal jenis pukulan. Tahu dari yg namanya paradidle sampai ostinato.

Pada tahap ini yg menjadi pembatas dengan tahapan berikutnya begitu tipis. Mungkin permainan yg dihasilkan terdengar sama namun sumbernya dari tingkatan yg berbeda. Tahap ketiga adalah Bermain Musik. Lantas apa bedanya dengan bermain drum? Bukannya kita bermain drum juga untuk bermain musik?

Pada tahap bermain musik, pikiran kita tidak dibatas pada taknik semata. Masih bingung? Pernah gak pada saat kita mengiringi musik, dan pada saat perpindahan, kita mikirn fillin-nya mau bagaimana? Ya memang gak mutlak, tapi ini barometer untuk melihat perbedaan tsb. Dulu saya sendiri seperti ini. Saat bermain sibuk mikir beat yg bagus, fillin yg bagus (tepatnya yg 'wah'/cool) dan teknik apa yg digunakan, tanpa memikirkan musisi lain, dan apa lagi musiknya itu sendiri.

Roy Burns pernah bertutur kali pertama dia live recording trio. Sebelum memulai sesi rekaman, dia bertanya kepada pemimpin bandnya, " kamu ingin saya bermain apa untuk rekaman ini?". Pemimpin band tsb memandang Roy dengan heran, lalu berkata, "mainkan saja sesuai musiknya Roy".

Tidak salah memikirkan teknik, namun jangan berfokus pada teknik saat kita bermain musik. Kita bermain musik, jadi fokuskan pada musiknya. Kalo kita bermain teknik, atau bermain kelereng, baru fokuskan pada teknik atau kelerengnya. Teknik sumpama kata-kata dalam sebait kalimat musik. Jika kita berfokus pada kata-kata, dan bukan kepada kalimatnya (seperti orang yg baru belajar bahasa inggris), maka kata-kata tsb -- jadi sih sebuah kalimat, namun tidak ada pesan yg dikandungnya, atau malah keliru.

Musisi yg baik harus memiliki pesan dalam permainan musiknya, sehingga musik yg ia mainkan memiliki makna untuk para pendengarnya.

Musisi sekaliber Dave Weckl, Vinnie Coulaiuta, Steve Gadd, selalu berfokus pada musiknya, bukan pada teknik drum mereka, sehingga musik mereka memiliki pesan untuk disampaikan kepada para pendengarnya.

Pesan moralnya, anda perlu teknik untuk memainkan sebuah alat, namun anda perlu makna untuk sebuah musik.
Read More

Kamis, 10 Januari 2008

bakat!

Sering sekali saya mendapatkan pertanyaan ini, 'perlu bakat ya untuk main musik?'. Entah itu orang tua dari anak yg mau belajar drum, atau orang yg tertarik dengan drum, bahkan tidak jarang dari murid saya sendiri.
Biasanya jika ditanya perlu gaknya bakat dalam bermain drum atau musik, jawaban saya, "Perlu sekali! Anda harus punya BAKAT PANTANG MENYERAH untuk belajar musik". Biasanya lawan bicara saya akan tertawa, atau menganggap saya bercanda.
Sayangnya hal tsb benar. Untuk belajar apapun juga kita harus punya 'bakat' pantang menyerah, mungkin kalo menggunakan istilah saya, 'bakat keras kepala'. Saya termasuk orang yg tidak terlalu berbakat di musik. Feeling saya kurang, intuisi saya terhadap not buruk. Berbeda dengan ade saya yg ke3. Dia punya bakat, intuisi dan feeling yg bagus sekali dalam bermusik.
Namun saya punya kemauan dan senang untuk belajar, juga yg terutama saya sangat menyukai musik, khususnya drum. Jadi kalo satu kali saya masih belum bisa, maka tidak segan-segan untuk belajar dua kali lipat dari orang lain. Jika dua kali lipat masih belum cukup, maka saya akan belajar empat kali lipat dan begitu seterusnya.
Memiliki bakat dalam bermusik atau bidang tertentu itu baik, malah merupakan sebuah nilai positif, tapi tanpa kemauan, ketekunan dan kerja keras (baca bakat keras kepala.red) maka bakat tsb menjadi sia-sia, seperti 'a fool and his money are easily parted'.
"Tapi kak, saya rasa saya sudah belajar 2X lipat dari orang lain, belajar 6-8jam sehari, tapi kemajuan saya lambat". Keras kepala butuh kecerdasan. Keras Kepala tanpa berpikir hanya menjadi pembuat onar dalam suatu kesempatan. Kuantitas berlatih dengan kualitas berlatih sering kali tidak berjalan seiring. Kebanyakan dari kita punya kemauan, punya waktu, tapi tidak tahu apa yg mau dilatih.
Bakat Keras Kepala juga harus memiliki kepandaian untuk tahu apa yg harus dilatih, dan kapan harus mencari mentor atau guru. Kemauan tanpa arah dan tangga yg jelas akan membawa kita pada ketersesatan. Ketersesatan akan menghabiskan waktu dan tidak membuat kita sampai pada titik yg kita inginkan.
Memiliki sebuah bakat dalam bidang tertentu itu baik, tapi itu diurutan kesekian. Kamu harus memiliki kemauan dan kerja keras, maka bakat musik atau bakat menulis atau apapun itu akan melekat dikamu seiring dengan kerja keras kamu.

_____________
This mail sent by Sony M600i
Read More

Selasa, 11 Desember 2007

Sejarah Permusikan Jazz

Dalam sejarah permusikan jazz kata 'bop' digunakan (setahu gw) untuk beberapa style dari genre jazz, yaitu: bebop, hard bop, post bop, neo bop, juga Bop Marley (hehe kidding). Walopun keempatnya menggunakan kata ‘bop’ enggak berarti mereka berhubungan secara langsung. Tapi secara tidak langsung ada keterkaitan antara keluarga ‘bop’ tsb. Misalnya hard bop or post bop lahir dari kritikan atas tren bebop. Walopun begitu tidak bisa dibilang penyebab langsung karena jauh sebelum hard bop ada, sudah ada lebih dulu warna lain yang secara langsung merupakan 'kritik' atas tren bebop (akhir dekade '40an), yakni 'west coast jazz' (nama lainnya cool jazz) karena kebanyakan musisinya dari Los Angeles, California (daerah pantai barat AS).


Namun saya katakana pengaruhnya secara tidak langsung karena hard bop oleh beberapa orang justru diklaim sebagai reaksi para musisi jazz 'East Coast' (daeraah sekitar New York) atas populernya cool jazz. Jadi bukan reaksi atas bebop itu sendiri. Hard bop mulai naik daun di pertengahan '50an juga merupakan hasil intepretasi musisi jazz generasi baru saat itu atas bebop. Ciri-ciri hard bop, tidak bertempo sangat cepat seperti bebop, progresi kord dan melodinya lebih sederhana dan soul (tapi jangan bukan seperti soul musik saat ini), bassline juga gak harus walking bass (lebih demen memakai bassline berpola layaknya musik soul). Hard bop lebih berumur panjang trendnya,yaitu sejak pertengahan '50an hingga akhir '60an, dan juga pengaruhnya sangat besar bagi terciptanya style-style jazz sesudahnya. Pengaruhnya masih teraasa hingga era '80an. Yang paling kentara ketika musisi jazz era '80an tersebut bermain mainstream. Hard bop sendiri makin membuka gerbang bentuk kreativitas baru, seperti gaya modal (Davis-Coltrane-Evans) dan soul-jazz (Horace Silver cs) yang sering disebut sebagai bagian dari 'keluarga besar hard bop'. Di era ini pula lahir istilah 'standard jazz', membawakan lagu-lagu non-jazz atau lagu pop dalam bentuk jazz.(jangan bayangkan lagu pop jaman sekarang, karena lagu pop yg dimaksud adalah lagu-lagu kabaret).


Di tengah era hard bop itu (pertengahan '50an sampai akhir '60an), beberapa musisi jazz muda mencoba mengadopsi beberapa cirri khas hard bop menjadi sebuah warna baru. Banyak tokoh hard bop yang ada dibalik warna-warna baru ini. Misalnya Coltrane, di mana album 'Love Supreme'-nya sering diklaim bikin gara-gara hingga lahir avant garde serta free jazz. Atau Miles Davis dengan 'In A Silent Way'-nya yang mendorong lahirnya jazz-rock (album ini oleh beberapa orang diklaim sebagai pendorong lahirnya jazz-rock). Malah ketika Bob James, Dave Grusin, dan temen2 mereka lainnya (dari geng Pantai Barat) memodifikasi jazz-rock menjadi lebih poppish (mengutip IBS atau DownBeat disebut sebagai 'the 2nd generation of jazz-rock', atau sekarang orang lebih suka menyebutnya sebagai fusion), idiom-idiom dari hard bop lah yang banyak diadaptasi.


Ketika musisi jazz lagi keranjingan modal jazz, free jazz, dan sebagainya, tiba-tiba muncul satu kelompok yang terdiri para musisi muda jazz yang mencoba memainkan tradisi bop (bebop dan hard bop) dalam konteks serta intepretasi yang lebih moderen. Mereka memainkan karya-karya sendiri yang melodi, chord, aransemen, pilihan note saat improvisasi serta nuansanya sedikit berbeda dengan bebop atau hard bop. Mereka yang menamakan kelompok ini sebagai The Young Lions (Wayne Shorter cs) tersebut mulai memperkenalkan riff-riff atau comping non-jazz (di piano, layaknya gaya funky & R&B) juga walking bass serta bentuk ritmik pada drum yang lebih longgar serta bebas (tapi tak sebebas free jazz). Walau hanya sempat merilis satu album terus bubar ('60an awal), The Young Lions dianggap membawa angin segar dalam jazz. Terbukti banyak musisi senior mereka yang kena pengaruh, misalnya Cannonball Adderly atau Art Blakey & Thye Jazz Messanger yang rajin

bermain dengan warna ala Wayne Shorter cs itu, yang kemudian oleh media disebut sebagai 'post bop'.


Post bop makin populer sebagai 'warna alternatif' yang diambil musisi jazz muda era '60an akhir hingga sekarang ketika mereka enggak mau main fusion atau jazz rock, tapi memilih bermain 'mainstream'. Post bop sendiri semakin lama semakin kaya. Tak hanya ditingkahi pengaruh soul, gospel, atau funky, tapi ketika masuk 'era '80an ke sini malah banyak disisipi beat-beat rock (misal, penggunaan power pada drum bahkan efek distorsi pada gitar, namun diiringi walking bass dan harmoni ala jazz terutama penggunaan struktur modal jazz). Atau di sisi teknis, musisi yang rajin main post bop, juga memasukkan bunyi-bunyian non-akustik, misal synthetizer, elektrik bass, bahkan sequencer (contoh paling populer tuh komposisi 'Got A Match'-nya Electrik Band).


Masuk era '80an, ketika jazz sedang dilanda fusion, crossover jazz, dan lain-lain (post bop juga gak gede-gede banget saat itu, maklumlah karena baru naik daun lagi justru pas masuk era '90an), muncul generasi muda musisi jazz di New York yang kembali memainkan jazz layaknya musisi '40an-'50an. Sekelompok anak muda yang dimotori adik-kakak Wynton dan Branford Marsalis ini membentuk band yang juga dinamakan 'The Young Lions' karena ingin membawa semangat yang sama ketika Wayne Shorter cs muncul di tahun '60an. Marsalis bersaudara ini seperti melakukan 'pemurnian' kembali jazz dengan mengangkat idiom-idiom swing dan bebop ke permukaan. Bahkan Wynton juga bereksperimen dengan mengangkat kembali gaya swing big band layaknya Glen Miller, Artie Shaw, dan lain-lain. Ulah Marsalis bersaudara ini ternyata sukses, membuat para penggemar jazz muda saat itu kembali keranjingan swing dan bebop. Bahkan melahirkan kembali musisi2 muda jazz yang lebih tradisional tapi terdengar moderen

(Kenny Garret, Joshua Redman, Harry Connick Jr dan lain-lain). Lagi-lagi media dan industri dibuat pusing, hingga harus memberi generasi ini sebuah label untuk musik mereka yakni neo-bop.


Tapi asyiknya sih kita jangan melakukan dikotomi secara ketat atas musik2nya para musisi jazz era '80an ke sini, apakah mereka masuk geng post bop atau neo bop, karena pelabelan kan kerjaan media dan industri. Kenyataannya banyak contoh musisi yang gak harus berada di warna musik itu melulu. Sebut saja Joshua Redman (saksofonis), yang awalnya begitu tradisional, tapi juga kadang ber-post bop ria, malah sempat juga bergaya fusion. Atau YellowJackets, ketika masuk album 'Four Corners', warna post bop langsung terasa. Tapi kadang mereka begitu tradisional, seperti yang tergambar di beberapa lagu dalam album 'Dreamland'.


Di tulis ulang dari milis KJK.

Read More